Berdasarkan hasil penelusuran dan pengidentifikasian data-data historis/sejarah Kabupaten Pekalongan sebagaimana tertuang dalam Buku Hari Jadi Kabupaten Pekalongan, sejarah berdirinya Kabupaten Pekalongan dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut :
Masa Prasejarah
Data permukiman awal dari masa prasejarah dan awal masa sejarah kuno sebagaimana ditunjukan oleh adanya peninggalan megalitik dan lingga yoni dibeberapa tempat di daerah Kabupaten Pekalongan di bagian selatan menunjukan bahwa pemukiman penduduk telah berlangsung lama dan telah mengenal sistem kemasyarakatan dan keagamaan. Sistem kemasyarakatan yang bagaimana tidak dapat diketahui pasti karena terbatasnya sumber informasi.
Beberapa benda peninggalan sejarah yang berada di daerah Kabupaten Pekalongan berupa Yoni dan Lingga dan bukti peninggalan yang lain seperti:
1. Lingga/ Yoni yang berada di Desa Telagapakis Kecamatan Petungkriyono.
2. Yoni yang berada di Dukuh Gondang Desa Telogohendro wilayah Kecamatan Petungkriyono.
3. Lingga yang berada di Dukuh Mudal Desa Yosorejo wilayah Kecamatan Petungkriyono
4. Lingga/ Yoni yang berada di Dukuh Parakandawa Desa Sidomulyo Kecamatan Lebakbarang.
5. Yoni yang berada di Dukuh Pajomblangan Kecamatan Kedungwuni
6. Yoni yang berada di Dukuh Kaum Ds. Rogoselo Kecamatan Doro.
7. Yoni yang berada di Desa Batursari Kecamatan Talun.
8. Archa Ghanesha yang berada di Desa Kepatihan Kecamatan Wiradesa.
9. Archa Ganesha yang berada di Desa Telogopakis Kecamatan Petungkriyono
10. Batu lumpang yang berada di Desa Depok Kecamatan Lebakbarang.
11. Batu Lumpang yang berada di Dukuh Kambangan di Desa Telogopakis Kecamatan Petungkriyono dan sebagainya.
Data pemukiman pada periode awal Abad Masehi sampai Abad XIV dan XV sangat langka dan terbatas, sehingga sulit dipastikan pertumbuhan dan perkembangan komunitas di wilayah Pekalongan pada masa pengaruh kebudayaan Jawa Hindu berkembang di Jawa. Hal ini terjadi karena sampai masa kini belum ditemukan prasasti peninggalan tertulis yang mampu mengungkapkan kehidupan pada masa itu. Banyak ditemukan toponim, beserta tradisi lisan, berupa legenda mitos, atau cerita rakyat yang berkaitan dengan toponim, akan tetapi sulit untuk memastikan kebenaran data legenda atau cerita rakyat tersebut.
Seperti yang dikemukakan oleh SCHRIEKE, Negara Kertagama, karya tulis penting pada masa Majapahit, sama sekali tidak menyebut nama-nama daerah di Pantai Utara Jawa sebelah barat Lasem yang mencakup daerah Tegal, Pekalongan dan Semarang, yang pada masa itu diduga masih jarang dihuni penduduk. Sementara daerah lain seperti Demak, Jepara , Kudus dan Pati telah berkembang menjadi daerah penting.
Masa Kerajaan Demak
Data
sejarah pada periode abad ke 15 dan abad ke 16, diperoleh melalui
sumber-sumber tertulis disamping sumber-sumber peninggalan bangunan
makam kuno, kuburan dan bangunan lain dari masa perkembangan Islam di
Jawa.Pada masa abad ke 16 diduga wilayah Pekalongan telah menjadi daerah
yang dilewati oleh hubungan komunikasi dari dua kerajaan Islam
Demak dan Cirebon, dan pada masa kemudian menjadi wilayah pengaruh
kerajaan Mataram Islam pada abad ke 17. Selanjutnya pada abad ke 18
wilayah Pekalongan menjadi pengaruh VOC (Verenigde Oost Indische
Compagnie), Persekutuan dagang di India Timur – Belanda, terutama sejak
tahun 1743, yaitu setelah VOC menerima imbalan jasa bantuan yang
diberikan VOC kepada Mataram.
Sejak
1800-an sampai 1942 Wilayah Pekalongan secara langsung menjadi wilayah
administratif wilayah Pemerintahan Hindia Belanda, atau disebut wilayah
Gubernemen. Sementara itu setelah lahirnya wilayah Republik Indonesia
pada 1945 Wilayah Pekalongan tidak beda dengan wilayah lainnya menjadi
Wilayah administrasi Pemerintahan Republik Indonesia.
Masa Mataram Islam
Pada masa Pemerintahan Mataram Islam dibawah kekuasaan Sultan
Agung abad ke-17, keberadaan Kabupaten Pekalongan secara
administratif merupakan Bagian dari wilayah kesatuan kerajaan Mataram
Islam.
Kerajaan Mataram dibawah tampuk pemerintahan Sultan Agung mencapai
kejayaannya. Wilayahnya meliputi wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur dan
Jawa Barat. Adapun Jakarta belum berhasil ditaklukkan karena dikuasai
oleh Belanda dibawah Gubernur Jenderal Jan Pieter Zoon Coen mulai tahun
1619. Keberhasilan tersebut ditunjang Doktrin Keagungbinataraan, yaitu
kekuasaan Raja Mataram harus merupakan ketunggalan, utuh dan bulat.
Artinya kekuasaan tersebut tidak tersaingi, tidak terkotak-kotak atau
terbagi bagi dan merupakan keseluruhan (tidak hanya bidang-bidang
tertentu).Pada bulan Maulud Nabi Muhammad Saw. selalu diadakan Gerebeg Maulud, yaitu peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw. yang biasa jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal, sekaligus diadakan acara “Paseban” (berkumpulnya para Bupati dan Tumenggung serta para pejabat lainnya untuk melaporkan situasi/keadaan di daerah masing-masing dan penyerahan upeti).
Pada acara tersebut juga dimanfaatkan oleh Sultan Agung untuk pengangkatan bupati-bupati baru dan pejabat baru lainnya. Menurut pandangan tim, keberadaan Sultan Agung dalam memimpin kerajaan Mataram terlebih pada saat perlawanan terhadap penjajah Belanda sudah tidak diragukan lagi keberadaannya sebagai Raja yang Gung Binatoro sehingga tepat apabila sekarang diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
Perlawanan Mataram terhadap penjajah Belanda mencapai puncak disaat penyerangan ke Batavia pada tahun 1628, dimana Pangeran Manduraredja dan Bahureksa ditunjuk sebagai Panglima perangnya.
Secara geografis Kabupaten Pekalongan terletak pada jalur pantura dan perdagangan laut yang cukup setrategis, sehingga pada saat penyerangan ke Batavia Kabupaten Pekalongan sebagai kantong/ lumbung perbekalan. Setrategi ini juga digunakan Sultan Agung untuk mengumpulkan kekuatan-kekuatan didaerah.
Dari bukti inilah menunjukan bahwa Kabupaten Pekalongan termasuk daerah yang dipersiapkan dalam rangka penyerangan ke Batavia. Sehingga menurut pandangan tim, dijadikan alternatif dan bukti bahwa secara administratif Kabupaten Pekalongan merupakan bagian dari kesatuan Kerajaan Mataram.
Terlebih lagi dengan diangkatnya Pangeran Manduraredja sebagai Bupati Pekalongan yang mempunyai kekuasaan tertinggi di Kabupaten Pekalongan dan bertanggung jawab sebagai penyelenggara pemerintahan, serta secara hirarki wajib melaporkan segala sesuatunya kepada raja termasuk penyerahan upetinya.
Pekalongan Mulai Dikenal
Banyak sumber mengatakan bahwa Pekalongan mulai dikenal setelah Bahurekso bersama anak buahnya berhasil membuka Hutan Gambiran/Gambaran, atau dikenal pula Muara Gambaran. Hal ini terjadi setelah Bahurekso gagal didalam penyerangan ke Batavia, bersama anak buahnya kembali ke Pantai Utara Jawa Tengah, namun secara sembunyi-sembunyi, sebab kalau diketahui oleh Pemerintah Sultan Agung pasti ditangkap dan dihukum mati. Sehingga terus melakukan yang disebut TAPA-NGALONG. Dari sinilah muncul prediksi-prediksi berkaitan dengan istilah PEKALONGAN.Menurut penuturan R. Basuki (Putra Almarhum R. Soenarjo keturunan Bupati Mandurorejo) ; nama Pekalongan berasal dari istilah setempat HALONG – ALONG yang artinya hasil. Jadi Pekalongan disebut juga dengan nama PENGANGSALAN yang artinya pembawa keberuntungan. Sehingga prediksi Topo Ngalong itu hanya gambaran/sanepo yang mempunyai maksud siang hari sembunyi, malam hari keluar untuk mencari nafkah.
Didalam
babad Sultan Agung yang merupakan sumber yang dapat dipercaya istilah
pengangsalan nampaknya juga muncul. :”Gegaman wus kumpul dadi siji,
samya dandan samya numpak palwa, gya ancal mring samudrane ; lampahe
lumintu, ing Tirboyo lawan semawis ; ing Lepentangi, Kendal, Batang,
Tegal, Sampun, Barebes lan Pengangsalan. Wong pesisir sadoyo tan ono
kari, ing Carbon nggertata” (senjata-senjata telah berkumpul jadi satu.
Setelah semuanya siap, para prajurit diberangkatkan berlayar.
Pelayarannya
tiada henti-hentinya melewati Tirbaya, Semarang, Kaliwungu, Kendal,
Batang, Tegal, Brebes dan Pengangsalan. Semua orang pesisir tidak ada
yang ketinggalan (mereka berangkat menyiapkan diri di Cirebon).
Sehingga
dari beberapa uraian tersebut, prediksi Topo Ngalong hanya gambaran
atau sanepo yang mempunyai maksud, pada siang hari sembunyi, dan hanya
keluar pada malam hari untuk mencari makan/nafkah.
Masa Belanda
Masa-masa awal perkembangan Pekalongan tidak banyak disebut dan
sumber-sumber asing baik Portugis maupun Belanda , seperti dalam Reis
Journalen, Suma Oriental (Tome Pires, 1994), Scheep togt van Tristanto
d’acunha (Pieter Van Der Aa, 1706) The Voyager of Jonh Huygen van
Linschouten to the east Indies ( A.C Burnell dan P.A Tiele, 1884), dan
catatan perjalanan lainnya.Sumber -sumber tersebut menyebutkan nama kota-kota di pantai Utara Jawa pada Abad XVI seperti Cirebon, Tegal, Kendal, Demak, Jepara, Tuban, Sedayu, Gresik dan Surabaya, akan tetapi tidak menyebutkan Pekalongan.
Sementara itu nama Pekalongan dan data historisnya dapat ditelusuri dalam Babad Tanah Jawa, Babad Mataram, Serat Khandaning Ringgit Purwo, Serat Pustaka Raja Purwo, Babad Sultan Agung , Dagh Register (1623 – 1799) , Opkomst Van Het Nederlandsch gezag in Oost Indie ( J.K.J de Jonge & M.L Van Deventer , eds; 1862 – 1909, 13 jilid ), laporan VOC lainnya, laporan Pemerintah Hindia Belanda, Buku-buku dan Publikasi lainnya seperti regering Almanak van Nederlandsch Indie (1820-1850) dan Oud end Nieuw Oost Indie (F. Valentijn) dan Sumber lainnya.
Pada masa ini administrasi pemerintahan secara keseluruhan berdasarkan keseluruhan berdasarkan keputusan dari pemerintah Hindia Belanda, misalnya bentuk pemerintahan Kabupaten yang disebut Regent, adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh seorang Bupati.
Nama nama Regent/Bupati Kabupaten Pekalongan
Tersebut nama-nama Regent/Bupati Pekalongan :
- Tan Kwee Djan (1741)
- Raden Toemenggoeng Wirio Adi Negoro (1823).
- Raden Adipati Wirijo Adi Negoro (1825)
Membangun Masjid Jami (besar), dimulai pada Hari Selasa Kliwon tanggal 20 Desember 1825.Pada tahun 1933 dilakukan pemugaran dengan mendirikan menara.
- Raden Toemenggoeng Arjo Wirjo Di Negoro
- Raden Toemenggoeng Ario Werio Dhi Di Negoro (1856)
- Raden Toemenggoeng Ario Atmodjo Negoro (20 Januari (1872)
- Raden Toemenggoeng Ario Koesoemo Di Negoro
- Raden Adipati Noto Dirdjo (1879 – 1920)
Pada tanggal 31 Maret 1879 sampai 1 Maret 1880 membangun Gedung Kabupaten Pekalongan, yang ditandai pada lempengan batu marmer putih yang dipasang di tembok gedung. Menurut sumber lisan juga disebutkan bahwa pohon-pohon beringin di Alun-alun Pekalongan tiap-tiap pohonnya diberi nama Kawedanan yang mengirim bibitnya.
- Raden Toemenggoeng Ario Soerjo (10 Maret 1924) Adapun Wilayahnya disebut Regentscap. Sedang untuk kawedanan disebut Gewest.
Gewest di Jawa Tengah waktu itu meliputi :
1) Semarang Gewest, yang meliputi Regentschap (Kabupaten) Kendal, Semarang, Demak, Kudus, Pati, Djepara dan Grobogan.
2) Rembang Gewest, yang meliputi Regentschap Rembang, Blora, Tuban dan Bodjonegoro.
3) Banyumas Gewest, yang meliputi Regentschap Banyumas, Purwokerto, Cilacap, Bandjarnegara dan Purbolinggo.
4) Kedu Gewest, yang meliputi Regentschap Magelang, Temanggung, Wonosobo, Purworedjo, Kutoardjo, Kebumen dan Karanganjar.
5) Pekalongan Gewest, yang meliputi Regentschap Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan dan Batang.
Pada tahun 1934 diadakan penggabungan beberapa Kabupaten yaitu :
Kabupaten Batang digabungkan dengan Kabupaten Pekalongan.
Kabupaten Banyumas digabungkan dengan Kabupaten Purwokerto.
Kabupaten Kutoardjo digabungkan dengan Kabupaten Purworedjo.
Kabupaten Karanganjar digabungkan dengan Kabupaten Kebumen.
Masa Republik Indonesia
Sebagai alternatif lain Hari jadi Kabupaten Pekalongan ialah pada masa Republik Indonesia/kemerdekaan berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948. Kabupaten Pekalongan adalah merupakan Daerah Otonom atau dengan istilah Swatantra.
Hal ini ditandai pula dengan diundangkannya Undang – Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pemerintah Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah pada : Hari Selasa Pon tanggal : 8 Agustus 1950 yang ditetapkan di Yogjakarta, oleh Pemangku Jabatan Sementara Presiden Republik Indonesia Menteri Dalam Negeri SOESANTO TIRTOPRODJO dan Menteri Kehakiman A.G.PRINGGO DIGDO.
Berdasarkan Undang – Undang tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan dibentuk bersama 28 daerah lain antara lain : Semarang, Kendal, Demak, Grobogan, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Pati, Kudus, Djepara, Rembang, Blora, Banjumas, Tjilatjap, Purbalingga, Banjarnegara, Magelang, Temanggung, Wonosobo, Purworejo, Kebumen, Boyolali, Sragen, Sukoharjo, Karanganyar dan Wonogiri.
Hari Jadi Kabupaten Pekalongan
Keberadaan Kabupaten Pekalongan secara administratif sudah berdiri cukup lama yaitu 3812 tahun yang lalu. Berdasarkan kajian ilmiah oleh Tiem Peneliti Sejarah Kabupaten Pekalongan muncul lima prakiraan tentang kapan Kabupaten Pekalongan itu lahir, lima prakiraan yang menjadi kajian adalah masa prasejarah, masa Kerajaan Demak, masa Kerajaan Islam Mataram, masa Penjajahan Hindia Belanda dan masa Pemerintahan Republik Indonesia.
Hari Jadi Kabupaten Pekalongan telah ditetapkan pada Hari Kamis Legi Tanggal 25 Agustus 1622 atau pada 12 Robiu’l Awal 1042 H pada masa pemerintahan Kyai Mandoeraredja, beliau merupakan Bupati/Adipati yang ditunjuk dan diangkat oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo/ Raja Mataram Islam dan sekaligus sebagai Bupati Pekalongan I, sedangkan penentuan hari dan tanggalnya diambil dari sebagaimana tradisi pengangkatan Bupati dan para pejabat baru dilingkungan Kerajaan Mataram.
Pembangunan Kabupaten Pekalongan sudah dilakukan sejak zaman Pemerintahan Adipati Notodirdjo (1879 -1920 M) di komplek Alun-alun utara no 1 Kota Pekalongan, bangunan tersebut merupakan rumah bagi para Bupati Pekalongan sekaligus sebagai tempat aktivitas perangkat pemerintahan dengan berbagai elemen masyarakat untuk bersilaturakhmi, bermusyawarah dan mencurahkan pemikiran atau unek-unek berbagai kehendak dihadapan bupati.
Proses pemindahan Ibukota Kabupaten Pekalongan diawali dengan peresmian sekaligus penggunaan Gedung Sekretariat Daerah Kabupaten Pekalongan di Kajen oleh Bupati Drs. H Amat Antono pada tanggal 25 Agustus 2001, kepindahan itu merupakan salah satu tonggak sejarah sebagai momen diawalinya Kajen sebagai Ibukota Kabupaten Pekalongan.
Secara bertahap pembangunan untuk melengkapi prasarana menjadi simpul-simpul penggerakan dan pengembangan sebagai sebuah ibukota kabupaten juga telah dibangun rumah dinas Bupati dan Pendopo yang selesai bertepatan dengan hari Jum’at Pon 19 Dzulhijjah 1423 H atau tanggal 21 Pebruari 2003 yang diresmikan secara langsung oleh Menteri Dalam Negeri Bapak Hari Sabarno atas nama Presiden Republik Indonesia Ibu Hj. Megawati Soekarnoputri pada tanggal 5 April 2003. Untuk peringatan hari jadi Kabupaten Pekalongan pada tahun 2006 ini adalah merupakan peringatan hari jadi yang ke 834 tahun.
Untuk mendayagunakan kegiatan pembangunan daerah secara merata diperlukan suatu acuan untuk memotivasi, menggerakkan dan mengerahkan seluruh potensi masyarakat Kabupaten Pekalongan Motto Kabupaten Pekalongan adalah Kota ” SANTRI” merupakan singkatan dari Sehat, Aman, Nyaman, Tertib, Rapih dan Indah.
Dikutip dari: pekalongankab.go.id